Bergaya lesehan ala ‘Perko’ alias emperan toko, pecel ini cukup terkenal di kalangan pendatang dari Jawa yang bermukim di Denpasar, khususnya yang berasal dari Jawa Timur. Tempatnya pun sangat sederhana, ya seperti gambaran di atas, menempati emperan toko yang tutup di malam hari. Beberapa meja kecil dan pendek terletak di atas tikar yang di gelar di sepanjang toko tersebut. Bukan hanya meja untuk pengunjung yang berukuran mini, meja untuk meletakkan sayur dan lauk juga tergolong kecil, demikian pula dengan meja kasir. Semua didesain ala portable alias mudah dipindahkan.

 

Sementara kendaraan berlalu lalang di jalan Imam Bonjol yang memang terkenal cukup padat, pengunjung dengan santai menikmati sajian khas Jawa : nasi pecel. Motor datang silih berganti tak mengganggu acara makan, seakan pengunjung masuk dalam dunianya sendiri, dunia nasi pecel. Lokasi tempat makan yang satu ini terletak di pojokan antara jalan Tengku Umar dan Imam Bonjol. Jika kita dari arah Tengku Umar menuju Kuta, tempat makan ini berada di pojokan sebelah kiri.

 Penjual nasi pecel ini berasal dari Kertosono, itulah sebabnya namanya Pecel Kertosono. Menurut penuturan sang penjual, dia memulai berjualan di tempat ini pada tahun 1998. Hingga saat ini, nasi pecel Kertosono di pulau Dewata ini telah memiliki pelanggan tetap. Uniknya, tempat makan yang satu ini 3 minggu sekali tutup di hari Minggu.

 

Rasa pecelnya ya rasa Jawa Timuran alias uenakkkk tenan. Sebagai lauk pendamping pecel sebagai menu utama, tersedia aneka daging serta telor asin dan pastinya seperti ciri khas nasi pecel pada umumnya, peyek menjadi pelengkap. Yang jelas rasa nasi pecel ini menempati urutan atas dalam klasemen nasi pecel di Bali, Denpasar tepatnya. Plus di tempat makan ini kita bisa menikmati sambel tumpang yang lagi – lagi khas Jawa.

 Nasi Pecel Kertosono, Jl. Imam Bonjol 315 Denpasar, Bali

 Sampai jumpa di petualangan lidah berikutnya

 Regards, Plux