Bojonegoro adalah sebuah kota kecil di Jawa Timur. Kota penghasil tembakau dan kayu jati ini menyimpan kenangan tersendiri buat aku. Ya, dikota kecil ini aku belajar mencecap masakan sedari kecil sehingga rasa ‘Bojonegoro’ menyatu dalam lidahku.

Liburan tahun lalu aku sempat berkunjung ke kota ini setelah bertahun – tahun aku tinggalkan. Dan tentu saja kesempatan untuk menikmati makanan khas kota ini sudah pasti tak akan terlewatkan. Sedari pagi sengaja menahan lapar hanya untuk bernostalgia dengan nasi pecel khas kota ini. (aku berangkat jam 4 pagi dari Malang)

Nasi pecel dengan bumbu kacang yang di tumbuk halus dan berwarna merah ini menduduki peringkat pertama nasi pecel paling enak yang pernah aku santap, hmmmm…. Sayang sekali aku tak sempat merekam gambar nasi pecel ini karena mata dan lidah sudah sepakat untuk melahap makanan ini pada pandangan pertama dihidangkan.

Jika nasi pecel menjadi santapan di pagi hari, bakwan campur menjadi pilihan santapan di siang hari. Bakwan ini pula yang mengobati rasa rindu rasa ‘Bojonegoro’. Campuran mie gepeng, tahu isi, siomay dan tentu saja penthol bakso membuat rasa kangen akan makanan ini terobati. Suhu udara yang panas di kota ini tak menyurutkan nafsu makanku. Dan 2 mangkok pun ludes saat itu plus beberapa porsi untuk dibawa pulang. (Ini doyan apa rakus ya? Hehehe)

Kenangan pun kembali ke belasan tahun yang silam. Kala itu disaat aku sakit, hidangan ini menjadi pilihan untuk disantap. Dan pada saat sakit pun aku doyan makan dengan catatatan menunya bakwan ini.

Beralih dari bakwan ada satu makanan lagi yang aku buru saat berada di kota ini. Kerupuk abang ijo, kerupuk dengan warna merah, kuning, hijau dan putih. Kerupuk ini mempunyai rasa yang khas ‘Bojonegoro’.

Pabrik kerupuk ini terletak tak jauh dari klenteng di Jl. Jaksa Agung Suprapto. Dan pemilik pabrik kerupuk ini adalah teman mama sekolah dulu, tepatnya teman SD hahaha. Di tempat ini aku mencuri dengar obrolan mama dengan temannya yang sampai sekarang meneruskan usaha orang tuanya. Wow, usaha turun temurun ini mungkin telah dimulai sejak 60 tahun yang lalu.

Pada saat aku berkunjung ke tempat ini, kesibukan karyawan pabrik ini sedang berlangsung. Demikian pula pembeli datang dan pergi silih berganti. Rata – rata pembeli yang datang ke sini pulang dengan membawa kerupuk dalam plastik berukuran besar untuk dijual kembali. Harganya pun cukup murah, dijual dalam satuan kilogram dan satu kilogram terdiri dari puluhan kerupuk.

Rasa khas dari kerupuk ini tak tergantikan oleh modernisasi jaman, mungkin karena cara menggorengnya masih tradisional, menggunakan sekam sebagai media bahan bakar. Dan rasa dari kerupuk ini menuntaskan rasa kangenku akan rasa ‘Bojonegoro’.

Sampai jumpa di petualangan lidah berikutnya

Bakwan, Jl. WR Supratman, Bojonegoro
Kerupuk (abang ijo), Jl. Jaksa Agung Suprapto (Seberang Klenteng) Bojonegoro

Salam,
Plux